Menyemai Harapan Kemandirian Pangan di Tengah Tantangan Perubahan Lahan – Di tengah perubahan fungsi lahan yang semakin didominasi oleh industri tambang dan perkebunan, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tetap menyimpan harapan besar untuk mencapai kemandirian pangan, khususnya dalam produksi beras. Pemerintah daerah, melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP), terus meluncurkan langkah-langkah strategis guna menjaga ketahanan pangan dan memperkuat posisi Kutim sebagai daerah mandiri.
Kepala DTPHP Kutim, Dyah Ratnaningrum, mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, fokus pembangunan sektor pertanian diarahkan pada peningkatan produktivitas lahan dan optimalisasi pola tanam. “Dulu, hasil panen padi rata-rata hanya 3,9 hingga 4 ton per hektare. Sekarang, kita sudah bisa mencapai 5 hingga 7 ton per hektare, tergantung pada kondisi irigasi dan lahan,” jelas Dyah saat ditemui di ruang kerjanya.
Saat ini, dari total 2.638 hektare lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B), produksi gabah kering panen Kutim mencapai sekitar 13.000 ton per tahun, yang setelah digiling setara dengan 7.500 ton beras. Namun, angka tersebut masih jauh dari cukup, hanya memenuhi seperempat dari total kebutuhan masyarakat Kutim yang mencapai 35.000 ton beras per tahun. “Kita masih kekurangan sekitar 25.000 hingga 28.000 ton per tahun. Namun, semangat petani terus tumbuh, dan pemerintah berupaya memperluas areal tanam serta meningkatkan produktivitas,” tambahnya.
Salah satu langkah strategis yang dijalankan pemerintah daerah adalah kajian perluasan lahan pertanian. Tim teknis sedang memetakan sejumlah lokasi dengan potensi tinggi untuk dijadikan kawasan pertanian baru. Meskipun beberapa di antaranya berstatus kawasan khusus, seperti hutan lindung dan lahan konsesi perusahaan, Dyah menegaskan bahwa kajian ini dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan tata ruang dan kelestarian lingkungan.
“Ada lokasi-lokasi yang sangat potensial untuk pertanian, tetapi masih berstatus kawasan khusus. Kami sedang mengajukan izin alih fungsi atau pemanfaatan terbatas kepada kementerian terkait,” jelasnya.
Ketersediaan air dan jaringan irigasi juga menjadi faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas padi. Wilayah seperti Kaubun, Kombeng, dan Long Mesangat kini mampu menanam hingga tiga kali setahun, sementara kawasan tadah hujan seperti Sangatta Selatan dan Teluk Pandan hanya dapat menanam dua kali karena keterbatasan air. “Kami terus berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum untuk memastikan jaringan irigasi berjalan dengan baik, karena air adalah penentu utama produktivitas,” ungkap Dyah.
Meski tantangan masih panjang, Dyah menatap masa depan dengan optimisme. Dengan dukungan lintas sektor, peran aktif penyuluh, dan penerapan teknologi pertanian modern, Kutim diyakini mampu mengurangi ketergantungan terhadap pasokan beras dari luar daerah. “Petani kita semangat, lahannya potensial, dan pemerintah berkomitmen mendukung. Dengan kerja sama semua pihak, Kutim bisa menuju swasembada beras lokal dalam waktu dekat,” tutupnya.
Di tengah keterbatasan air dan lahan, para petani Kutim tetap menanam harapan di setiap rumpun padi. Mereka bekerja bukan hanya untuk panen, tetapi juga untuk masa depan yang mandiri dan cukup pangan. Dengan semangat membangun dari tanah sendiri, Kutai Timur bertekad untuk mencapai kedaulatan pangan daerah, menjadikan setiap butir padi sebagai simbol harapan dan kemandirian. (adv/05)











